Senin, 26 Mei 2014

Hukum Membunuh cicak

Artikel ini saya kutip dari www.konsultasisyariah.com

Pertanyaan:
Assalamu ’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ustadz, Saya belum memahami hikmah perintah
membunuh cicak jika membaca riwayat berikut:
Diriwayatkan dari Imam Ahmad, “Bahwasanya
ketika Ibrahim dilemparkan ke dalam api maka
mulailah semua hewan melata berusaha
memadamkannya, kecuali cicak, karena
sesungguhnya cicak itu mengembus-embus api
yang membakar Ibrahim.” (Imam Ahmad, 6:217)
Cicak yang mengembus agar api semakin
membesar terjadi pada masa Nabi Ibrahim.
Apakah cicak termasuk hewan terkutuk sehingga
ia tetap harus dibunuh hingga akhir zaman?
Bukankah cicak mengurangi populasi nyamuk?
Jazakumullah khairan katsira (semoga Allah
membalas Anda dengan kebaikan yang banyak).
Jawaban:
Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh.
Bismillah ….
Pertama: Terdapat banyak dalil yang
memerintahkan kita untuk membunuh cicak, di
antaranya:
1. Dari Ummu Syarik radhiallahu ‘anha ; Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan
untuk membunuh cicak. Beliau menyatakan,
“Dahulu, cicak yang meniup dan
memperbesar api yang membakar
Ibrahim.” (HR. Muttafaq ‘alaih).
2. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu; Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Siapa saja yang membunuh cicak dengan
sekali bantingan maka ia mendapat pahala
sekian. Siapa saja yang membunuhnya
dengan dua kali bantingan maka ia
mendapat pahala sekian (kurang dari yang
pertama), ….” (HR. Muslim).
3. Dalam riwayat Muslim; dari Sa’ad, bahwa
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkan untuk membunuh cicak, dan
beliau menyebut (cicak) sebagai hewan
fasiq (pengganggu).
Semua riwayat di atas menunjukkan bahwa
membunuh cicak hukumnya sunnah, tanpa
pengecualian.
Kedua: Sikap yang tepat dalam memahami
perintah Nabi s hallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
sikap “sami’na wa atha’na” (tunduk dan patuh
sepenuhnya) dengan berusaha mengamalkan
sebisanya. Demikianlah yang dicontohkan oleh
para sahabat radhiallahu ‘anhum , padahal mereka
adalah manusia yang jauh lebih bertakwa dan
lebih berkasih sayang terhadap binatang, daripada
kita. Di antara bagian dari sikap tunduk dan
patuh sepenuhnya adalah menerima setiap
perintah tanpa menanyakan hikmahnya. Dalam
riwayat-riwayat di atas, tidak kita jumpai
pertanyaan sahabat tentang hikmah
diperintahkannya membunuh cicak. Mereka juga
tidak mempertanyakan status cicak zaman
Ibrahim jika dibandingkan dengan cicak sekarang.
Jika dibandingkan antara mereka dengan kita,
siapakah yang lebih menyayangi binatang?
Ketiga: Penjelasan di atas tidaklah menunjukkan
bahwa perintah membunuh cicak tersebut tidak
ada hikmahnya. Semua perintah dan larangan
Allah ada hikmahnya. Hanya saja, ada hikmah
yang zahir, sehingga bisa diketahui banyak orang,
dan ada hikmah yang tidak diketahui banyak
orang. Adapun terkait hikmah membunuh cicak,
disebutkan oleh beberapa ulama sebagai berikut:
1. Imam An-Nawawi menjelaskan, “Para
ulama sepakat bahwa cicak termasuk
hewan kecil yang mengganggu.” ( Syarh
Shahih Muslim, 14:236)
2. Al-Munawi mengatakan, “Allah
memerintahkan untuk membunuh cicak
karena cicak memiliki sifat yang jelek,
sementara dulu, dia meniup api Ibrahim
sehingga (api itu) menjadi besar.” ( Faidhul
Qadir, 6:193)
Keempat: Hikmah yang disebutkan di atas, hanya
sebatas untuk semakin memotivasi kita dalam
beramal, bukan sebagai dasar beramal, karena
dasar kita beramal adalah perintah yang ada
pada dalil dan bukan hikmah perintah tersebut.
Baik kita tahu hikmahnya maupun tidak.
Kelima: Segala sesuatu memiliki manfaat dan
madarat. Kita–yang pandangannya terbatas–
akan menganggap bahwa cicak memiliki beberapa
manfaat yang lebih besar daripada madaratnya.
Namun bagi Allah–Dzat yang pandangan-Nya
sempurna–hal tersebut menjadi lain. Allah
menganggap madarat cicak lebih besar
dibandingkan manfaatnya. Karena itu, Allah
memerintahkan untuk membunuhnya. Siapa yang
bisa dijadikan acuan: pandangan manusia yang
serba kurang dan terbatas ataukah pandangan
Allah yang sempurna?
Keenam: Manakah yang lebih penting, antara
mengamalkan perintah syariat atau melestarikan
hewan namun tidak sesuai dengan perintah
syariat? Orang yang kenal agama akan
mengatakan, “Mengamalkan perintah syariat itu
lebih penting. Jangankan, hanya sebatas cicak,
bila perlu, harta, tenaga, dan jiwa kita korbankan
demi melaksanakan perintah jihad, meskipun itu
adalah jihad yang sunnah.”
Semoga perenungan ini bisa menjadi acuan bagi
kita untuk tunduk dan patuh pada aturan syariat
Allah. Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits, dari Tim
Dakwah Konsultasi Syariah.
Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Kamis, 20 Maret 2014

Ngapak Language

Kosakata ngapak

Aku = nyong
Kamu = ko / kowe / rika
Ayah = rama /bapa
Ibu = biyung /mama
Mau /ingin /akan = arep
Makan = mangan / sarap(pagi) /madhang(siang) / nyore(malam)
Pergi = lunga
Mandi = adhus
Tidur = turu /mbetur
Jangan = aja
Sudah = uwis
Belum = urung
Beli = tuku
Jual = adol
Berapa = pira
Harga = rega
Mahal = larang
Hari = dina
Ini = kiye
Itu = kuwe
Buang air besar = ngising
Nasi = sega
Telur = endhog
Anjing = asu
Kelelawar = kampret
Kotoran = tai
Cium = ambung
Pukul = kampleng
Saudara = sedulur
Bagaimana = kepriwe
Kerja = ngode
Malam = wengi

contoh kalimat:
Rika adol apa kang? = Kamu jual apa bang?
Ko wis madhang? = Kamu sudah makan siang?

Santoz Racinng

Santoz Racinng